Welcome to Riska Tulus' World, enjoy!

Biasa aja, yang penting beda

Minggu, 07 Agustus 2011

Kenapa, Mas?

Udara terasa begitu dingin di luar, di dalam sebuah rumah, dua insan yang baru saja membangun bahtera rumah tangga sedang duduk berdampingan di atas sofa nan empuk di salah satu ruangan. Busana panjang lengkap dengan jilbab berwarna krem membalut hampir seluruh bagian tubuh wanita yang baru saja menyandang gelar sebagai istri tersebut, di sebelah kanannya, seorang pria rupawan yang saat itu mengenakan sarung coklat dan baju taqwa putih lengkap dengan peci hitam di kepala yang menambahkan kegagahan seorang muslim sedang meneguk teh manis buatan wanita di sampingnya. Sang istri pun tersenyum sejenak memandangi suaminya yang sedang meminum teh yang disediakannya.
“Mas, aku punya beberapa pertanyaan yang ingin kutanyakan, tentang perasaanku kepadamu”, ucap sang istri tiba-tiba, membantu desiran angin memecahkan keheningan malam. “Pertanyaan apakah yang kini sedang mengganggumu, istriku?”, jawab sang suami sambil meletakkan cangkir tehnya di atas meja di depannya. “Tentang apa yang selama ini kurasakan tentangmu, Mas, terutama setelah kita menikah”, jawab sang istri menjelaskan. “Coba ungkapkan dengan jelas kepadaku agar kau tak merasa gundah, dan insya Allah aku akan menjawabnya untukmu”, perintah sang suami yang kemudian disahut oleh sang istri sambil memegang tangan kirinya, “Apakah mas tahu, kenapa hatiku terasa begitu berdebar tiap kali namamu kudengar, terasa seperti ada yang menarik hatiku saat aku melihatmu, jangankan melihatmu, mengingatmu saja aku telah merasakan getaran yang hebat itu? Kenapa saat kau bekerja atau kau tak di rumah, aku selalu memikirkan kepulanganmu, dan hati ini tak pernah diam dan menuntutku bersimpuh ke hadapan-Nya untuk memanjatkan segala do’a-do’a untukmu? Kenapa saat malam aku tidur di sampingmu, aku merasa begitu nyaman, seolah aku berada pada puncak kebahagiaanku, dan sungguh aku tak ingin lewatkan malam-malam itu begitu saja, yang ingin kulakukan pada malam-malam itu hanyalah memandangi wajah lelahmu saat tidur dan membelai lembut wajah nan polos itu? Dan kenapa aku selalu merasa  lemas tiap kali melihatmu hampir menyerah melawan tantangan hidup yang terlalu berat? Dan kenapa hatiku terasa begitu merekah tiap kali senyuman menghiasi wajahmu? Kenapa aku mau memberikan pundakku saat kau benar-benar lelah saat berjuang? Kenapa aku bersedia dan ingin selalu menemani perjuanganmu tak peduli pahit, manis ataupun getir hingga akhir hidupku? Kenapa aku rela korbankan segalanya untukmu? Kenapa, Mas?”.
Sang suami sejanak terdiam, menatap mata wanita dihadapannya begitu dalam dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, ia tampak sedang mencerna pertanyaan-pertanyaan istrinya. Ia tak juga bersuara, hanya tangan kirinya yang kemudian berbalik menggenggam erat tangan halus istrinya dan tangan kanannya beranjak menyentuh dan membelai lembut pipi kemerah-merahan wanitanya, baru kemudian ia tersenyum dan mengecup kening istri sholehanya itu yang tak kunjung dilepasnya, seolah menggambarkan betapa derasnya cinta dan kasih sayang yang ia miliki untuk istrinya, serta rasa syukur yang begitu besar kepada Allah atas bidadari surga yang telah Ia turunkan untuk menemani hidupnya. Kecupan itu bagaikan rangkaian beribu kata yang ingin ia sampaikan pada istrinya bahwa ia sangat mencintai dan bangga kepadanya, bahwa ia sangat bahagia menyanding dirinya. Sedangkan sang istri, ia memejamkan kedua matanya mencoba rasakan aliran kasih sayang yang suaminya berikan.
Setelah sang suami melepaskan kecupannya, sang wanita berkata lagi “Aku takut, Mas, aku takut cintaku kepadamu terlalu besar dan mengalahkan cintaku Kepada-Nya?”, tanyanya lagi yang kembali disambut dengan senyuman lembut suaminya, “Wahai bidadari dunia-akhiratku, jangan pernah kaurisau akan perasaanmu yang begitu besar kepadaku, karena sesungguhnya cintamu itu adalah wujud kesempurnaan cinta seorang istri kepada suaminya, meskipun hal itu tidak akan bisa menandingi cinta Khadijah kepada Sang Nabi, namun kau telah membuatku merasa sebagai pria paling beruntung dengan memiliki dirimu dan cintamu. Dan atas cinta tulusmu itu, tidak akan kubiarkan kau tersesat dari jalan-Nya, dengan kasih sayangmu itu, akan kubawa kau dalam jalan menuju surga-Nya, insya Allah”, ucap sang suami yang disambung dengan kata “Aamiin”, oleh kedua insan Allah tersebut.


Subhanallah, betapa indahnya mencintai dan dicintai seorang tambatan hati dengan begitu tulusnya. Namun betapa jauh lebih indahnya, jika mencintai dan dicintai Allah yang cinta-Nya tidak akan pernah ada putusnya. Dan, mencintai dan dicintai karena Allah, adalah sebuah wujud kesempurnaan dalam sebuah percintaaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar